AtjehUpdate.com,- Aceh Tamiang | Bupati Aceh Tamiang dinilai abai dan lambat dalam merespon surat Gubernur Aceh nomor 590/1850 tanggal 10 Februari 2022, perihal penyelesaian terkait Penguasaan Tanah Negara Eks HGU PT Desa Jaya. Akibatnya, masyarakat di enam Kampung dalam Kecamatan Bandar Pusaka berkonflik dengan perusahaan PT Dasa Jaya.
Dalam surat Gubernur tersebut ditegaskan, Eks HGU PT DESA JAYA seluas 1000 Hektare sudah berakhir tahun 1988, mengingat permasalahan tersebut berada dalam ruang lingkup pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang, maka sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah Aceh mengharapkan Pemda Aceh Tamiang segera menindaklanjuti penyelesaiannya dengan melakukan koordiasi dengan pihak terkait.
Akibat lambannya penanganan kasus itu, masyarakat di enam Kampung melakukan aksi protes terhadap PT Desa Jaya yang tetap melakukan aktifitas di lahan negara tersebut.
Seperti yang disampaikan Armiadi, (40) bersama ratusan masyarakat lainnya mengatakan, hal ini seharusnya tidak perlu terjadi jika pemerintah daerah cepat merespon.
Padahal, lanjut Armiadi, kasus tersebut sudah muncul dan dipertanyakan oleh masyarakat sejak 2007 lalu, dimana pemerintah Aceh juga telah mengeluarkan surat No 593/142/2007 tanggal 30 April 2007 tentang pembentukan tim evaluasi dan pengalihan lahan yang diterlantarkan oleh PT Desa Jaya yang akan diberikan kepada masyarakat kampung Alur Jambu, serta surat Gubernur Aceh Nomor 593/28951 tanggal 14 September 2007 perihal hasil evaluasi tim.
“Dengan adanya surat tersebut, artinya perusahaan tidak boleh melakukan aktifitas di atas lahan tersebut guna menghindari salah tafsir di lapangan dengan masyarakat, mengingat lahan tersebut bukan lagi dikelola oleh perusahaan tersebut,” ujarnya.
Dijelaskan, pada tanggal 21 Februari 2022 masyaralat di enam Kampung melakukan aksi protes terhadap perusahaan yang tetap melakukan pemanenan Tandan Buah Segas (TBS). “Dalam aksi tersebut hampir terjadi bentrokan antara kedua belah pihak, namun dapat dilerai oleh para Datok Penghulu,” katanya.
Setelah kejadian itu, kata Armiadi, pihak perusahaan mengundang perwakilan masyarakat dari enam Kampung dan para unsur Muspika untuk duduk rapat membicarakan tindak lanjut persoalan itu pada Jum’at 25 Februari 2022 dan mancapai kesepakatan bersama yaitu, pihak perusahaan tidak akan melakukan aktifitas apapun di area dimaksud yang ditandatangani oleh enam Datok Penghulu, Camat Bandar Pusaka, perwakilan masyarakat dan konsultan perusahaan.
Parahnya, meskipun sudah mencapai kesepakatan namun pihak perusahaan membatalkan sepihak kesepakatan yang telah ditandatangani bersama, dengan alasan konsultan perusahaan saat menandatanagani perjanjian mengalami tekanan sikis dan pisikis yakni terintimidasi, persekusi dan terancam.
“Ironisnya, salah seorang warga masyarakat dan Datok penghulu disomasi oleh perusahaan melalui pengacaranya. Dan pengacara perusahaan memanggil warga dan Datok Penghulu untuk dimintai keterangannya di Medan Sumatera Utara. Sebenarnya siapa yang mengancam,” tanya Armiadi.
Armiadi mengungkapkan, dengan pemutusan sepihak tersebut, pihak perusahaan, Rabu (02/03/2022) kembali memanen TBS. Akibatnya masyarakat kembali melakukan protes dengan melarang pengangkutan TBS. Dan akhirnya masyaralat dan pekerja perusahaan mengamankan bersama TBS dimaksud hingga ada keputusan lebih lanjut.
Direktur PT Desa Jaya, Tengku Devani Putra Pasla yang dikonfirmasi melalui telepon seluler tidak mengangkat. Lantas media mengkonfirmasi komisaris perusahaan, T Yusni alias Tengku Tam melalui seluler, Rabu (02/03/2022) yang mengatakan bahwa perusahaan melakukan aktifitas karena memiliki izin.
“Kita punya Izin Usaha Perkebunan (IUP),” katanya.
Saat dintanya izin HGU, komisaris menyebut sedang dalam pengurusan. Dan saat ini luas lahan yang dikelola hanya 700an hektar. “Ini lagi proses pengurusan HGU sampai ke Jakarta, IUP sudah ada, pajak kita bayar, PBB kita bayar” ujarnya.(red)