AtjehUpdate.com,- LANGSA | Tak terima dengan Keputusan Walikota Langsa yang memberhentikannya dari jabatan, Wahyu Sadly, mantan Geuchik Gampong Baroe, Kecamatan Langsa Lama, Kota Langsa, melayangkan gugatannya ke PTUN Banda Aceh, Kamis (10/03/2022).
Mengaku sebagai warga yang baik dan patuh terhadap hukum, maka ia akan menolak keputusan tersebut dengan cara menggunakan haknya. Dengan melayangkan gugatan PTUN dengan nomor perkara 047/G/2021/PTUN-BNA.
“Karena keputusan memberhentikan saya dari jabatan geuchik adalah perbuatan melanggar hukum, dan hanya berdasarkan fitnah yang keji, juga konspirasi jahat,” ucap Wahyu geram.
Dari penelusuran awak media kepada pihak PTUN Banda Aceh, bahwa proses persidangan gugatan tersebut kemarin (Kamis,10/03/2022) telah masuk kepada agenda pembuktian para pihak.
Dalam gugatannya, Wahyu Sadli menggugat Walikota Langsa dengan memohon kepada majelis hakim untuk batalkansurat pemberhentian dari walikota dan juga gugatan ganti rugi materil sekitar 75.000.000 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan imateril sebesar 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Dengan haqqul yakin, ia menyatakan bahwa Walikota Langsa telah melanggar Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, Jo Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pemerintahan Aceh, Jo Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Geuchik.
Intinya, pada Undang-undang tersebut termaktub pasal tentang seorang geuchik boleh diberhentikan oleh walikota hanya karena alasan telah dinyatakan terpidana oleh keputusan pengadilan secara inkrah atau final. Tapi keputusan Walikota Langsa ini telah keluar dari asas-asas pemerintahan yang baik dan benar, rinci Wahyu.
“Karena keputusan pemberhentian saya hanya dengan dasar fitnah dan konspirasi para kelompok yang saya duga kuat mereka adalah orang-orang yang menginginkan jabatan Geuchik namun tidak menang,” ketusnya lagi.
Ia juga berharap, dengan adanya gugatan ke PTUN ini kedepannya tidak akan ada lagi korban dari masyarakat atau pegawai bawahan seperti dirinya atas tindakan semena-mena dari pejabat Pemerintahan yang jelas-jelas merugikan masyarakat kecil dan pegawai rendahan lainnya, demikian Wahyu.(Jemy Rho)