AtjehUpdate.com,- Aceh Tamiang | Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gadjah Puteh mengapresiasi kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah menetapkan dua orang tersangka terkait kasus pengadaan tanah di Kabupaten Aceh Tamiang senilai Rp 2,49 miliar dengan kerugian negara mencapai Rp 1,5 miliar lebih pada 20 Mei 2022.
Kedua tersangka adalah eks Kepala Dinas Koperindag Aceh Tamiang inisial AH dan pemilik objek tanah berinisial SI. Diketahui kasus pengadaan tanah peruntukan pasar tradisional di wilayah kejuruan Muda tersebut pertama kali mencuat 2014 dan baru terbongkar 2022. Artinya tidak ada kata ‘basi’ untuk tindak pidana kasus korupsi.
“Hampir 10 tahun kasus jual beli tanah untuk pembangunan pasar tradisional ini diproses akhirnya terang benderang. Kejati telah umumkan dua orang menjadi tersangkanya. Kita salut dan apresiasi pihak Kejati berani membongkar kasus-kasus besar yang dilimpahkan dari daerah,” kata Direktur Eksekutif LSM Gadjah Puteh, Said Zahirsyah Al Mahdaly kepada wartawan di Karang Baru, Kamis (26/5).
Namun, kata Said Zahirsyah di tahun yang sama (red- 2014-2015) ada kasus ‘kakap’ lain di Aceh Tamiang yang perlu diusut oleh penegak hukum, karena terindikasi fiktif merugikan uang negara senilai Rp10,3 miliar.
Kasus dimaksud adalah dugaan mark up Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang periode 2014-2019. Adapun kegiatan SPPD dewan meliputi bimbingan teknis (Bimtek), kunjungan kerja (Kunker) dan konsultasi ke luar daerah. Di mana, dari 30 anggota dewan mayoritas menggunakan SPPD tesebut. “Dana SPPD dewan saat itu mencapai Rp 8,7 miliar, kemudian ada penambahan lagi di pembahasan APBK-Perubahan 2015 Rp 1,6 miliar jadi totalnya Rp10,3 miliar,” ungkap Said.
Dari penelusuran Gadjah Puteh, dugaan SPPD fiktif ini ‘menguap’ pada tahun 2015, dan sudah pernah ditangani Unit Tipikor Polres Aceh Aceh Tamiang. Bahkan sejumlah saksi dari Sekretariat Dewan sudah pernah dipanggil penyidik, termasuk sejumlah anggota dewan untuk dimintai keterangan. Namun sudah tiga kali Kapolres Aceh Tamiang berganti kasus SPPD dewan 2015 sepertinya jalan ditempat.
“Kasus SPPD bodong ini pernah mendapat attensi dari dua mantan Kapolres Aceh Tamiang AKBP Zulhir Destrian dan AKBP Ari Lasta Irawan. Setahu kami saat itu pihak kepolisian sedang menunggu telaah audit dari Inspektorat. Tapi karena Kapolres keburu pindah tugas sehingga kasus ini belum sempat dituntaskan.,” ulas Said Zahirsyah.
LSM Gadjah Puteh berharap kepada Kapolres Aceh Tamiang yang sekarang ini dijabat AKBP Imam Asfali dapat menindaklanjuti kasus mark-up SPPD 2015 yang nilainya sangat fantastis tersebut. Lembaga ini juga mempertanyakan sudah sejauh mana perkembangan kasus tersebut selama delapan tahun terakhir di meja penyidik Polri.
“Kami percaya, apalagi Kapolres Aceh Tamiang AKBP Imam Asfali pernah menjadi Kasat Reskrim di sini, tentunya beliau memiliki komitmen tidak tebang pilih dalam penegakan hukum,” ucapnya.
Said berpendapat meskipun sudah lama, namanya kasus korupsi tidak bisa diputihkan. Kasus tipikor tetap bisa dibuka kembali bila ada petunjuk bukti dan keterangan terbaru seperti kasus pengadaan tanah di Aceh Tamiang.
Ia menilai dana SPPD yang dijadikan ‘bancakan’ oknum dewan Aceh Tamiang masa lalu sangat melukai hati rakyat. Jadi wajar kalau hingga hari masyarakat belum lupa terhadap kasus itu. Gadjah Puteh siap mendukung Polres Aceh Tamiang untuk membongkar kasus SPPD yang dinikmati mayoritas anggota DPRK Aceh Tamiang 2014-2019.
“Publik juga ingin tahu perkembangan kasus SPPD itu sehingga tidak ada prasangka negatif masyarakat dengan penegak hukum di Aceh Tamiang. Atau polisi bisa menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan bila kasus ini tidak cukup bukti, bukan peristiwa tindak pidana dan demi hukum,” desaknya.
Untuk diketahui dari 30 anggota DPRK Aceh Tamiang 2014-2019, 14 orang di antaranya terpilih kembali di parlemen Aceh Tamiang, ada yang duduk jadi anggota DPRA dan sebagian tidak terpilih lagi.(red)