AtjehUpdate.com,- Jakarta | Setara Institute mengkritik penunjukan Achmad Marzuki sebagai penjabat Gubernur Aceh. Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mempertanyakan komitmen reformasi TNI atas penunjukan kalangan perwira tinggi aktif tersebut.
“Pasca-Orde Baru, militer dikembalikan ke barak agar dapat fokus pada tugas-tugas utamanya sebagai alat negara di bidang pertahanan. Setelah sebelumnya pada Orde Baru banyak terlibat pada ranah sosial politik, serta agar menjadi tentara yang profesional, sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI,” kata Ismail dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/07/2022).
Menurutnya, TAP MPR Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri pada konsiderans huruf d telah mengingatkan, bahwa peran sosial-politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI dan Polri.
Akibatnya adalah tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ismail menilai, pemerintah semestinya sudah memahami soal ini.
Penunjukkan tersebut dianggap mengulang persoalan lama yang belum dipatuhi oleh pemerintah soal penempatan anggota TNI dan Polri aktif. Dari persoalan tersebut, Setara menilai pemerintah enggan enggan melaksanakan reformasi TNI-Polri, serta melaksanakan amanat Undang-Undang.
“Penunjukan TNI aktif sebagai penjabat Gubernur Aceh memperlihatkan ketidakkonsistenan Mendagri atas pernyataannya,” tuturnya.
Ismail melihat setelah penunjukkan TNI aktif sebagai penjabat Bupati Seram Barat, banyak kritikan dari masyarakat. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebelumnya juga telah menyatakan, anggota TNI-Polri aktif tidak akan lagi diusulkan sebagai penjabat kepala daerah.
Ismail menuturkan, Setara Institute telah berkali-kali menyampaikan bahwa pemerintahan sipil harus memastikan profesionalitas TNI-Polri. Caranya dengan tidak memberi jabatan sipil tertentu di luar ketentuan Undang-Undang.
Setara Institute pun menilai, Presiden Joko Widodo mesti mengevaluasi kebijakan para menterinya. Hal itu guna menjaga profesionalitas dan agenda reformasi TNI-Polri supaya tetap pada jalurnya.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian melantik Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh untuk mengisi kekosongan kepala pemerintahan di sana. Dalam sumpah jabatannya, Achmad Marzuki bersedia memegang teguh ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjalankan segala aturan selurus-lurusnya.
Tito mengatakan pengisian kekosongan jabatan tersebut sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur/Bupati/Wali Kota, Presiden menunjuk penjabat gubernur untuk masa waktu selama satu tahun. Penetapan Achmad Marzuki diklaimnya sudah mendapatkan masukan dari sejumlah pihak, baik DPRA hingga kementerian lembaga terhadap beberapa calon.
Setelah itu, hasilnya diserahkan kepada Presiden dan dilaksanakan sidang tim penilai akhir. Pada sidang tim penilai yang dipimpin Presiden tersebut akhirnya menugaskan Achmad Marzuki sebagai penjabat Gubernur Aceh.(sumber tempo)