AtjehUpdate com,- LANGSA | Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) dan juga ketua PGRI kota Langsa Dra Suhartini M.Pd, mengeluarkan sebuah pernyataan yang dinilai kontroversi dan dimuat di salah satu media online, pada Senin (9/01/2023) lalu.
Kontroversi itu terkait pernyataannya yang melarang bagi sekolah-sekolah yang berada di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa untuk membuka penerimaan peserta didik baru (PPDB) sebelum waktu dan jadwal yang ditetapkan oleh dinas tersebut.
Larangan itu juga bernada ancaman bahwa jika ada sekolah yang membukan PPDB lebih awal akan ditangguhkan izin operasionalnya.
Sontak pernyataan ini mensapat sorotan dan tanggapan beragam dari berbagai kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan yang ada di Kota Langsa, karena dinilai arogan, menghambat perkembangan pendidikan, bertentangan dengan semangat kurikulum merdeka serta tidak menghargai pilihan masyarakat yang cenderung memilih sekolah-sekolah berkualitas baik yang menawarkan program belajar dengan muatan syariah yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal di Aceh.
Sebagaimana yang ditanggapi secara serius oleh Dedy Fitriandi, M.Sc, merupakan pengurus organisasi Mata Garuda Indonesia, yaitu lembaga yang fokus memajukan pendidikan dan SDM manusia Indonesia.
Dalam rilis yang dikirimkan ke meja redaksi AtjehUpdate.com, Senin (16/01/23) Dedy menyikapi pernyataan kontroversi ini. Menurutnya ada beberapa hal yang menjadi catatan, yaitu pernyataan ini disinyalir hanyalah untuk melindungi sekolah-sekolah negeri yang cenderung mengalami kekurangan murid setiap tahunnya.
“Pernyataan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa kontraproduktif dan menghambat perkembangan dunia pendidikan,” terang Dedy.
Jika berkurangnya jumlah siswa sekolah negeri menjadi alasan untuk menghambat pembukaan penerimaan peserta didik baru (PPDB), seharusnya realita ini menjadi intropeksi bagi dinas terkait untuk berkonsentrasi meningkatkan mutu sekolah-sekolah negeri yang berada di bawah Dinas Pendidikan & Kebudayaan Kota Langsa, bukan malah menghambat kemajuan sekolah swasta dengan cara melakukan tindakan pelarangan PPDB, ketusnya.
Dedy Fitriandi juga tercatat sebagai salah seorang pendiri BBQ (Balee Beut Al Qur’an) di Kota Langsa. BBQ ini adalah aalah satu inisiator awal adanua program tahfiz yang kemudian diikuti oleh beberapa sekolah lainnya di Kota Langsa.
Sambung Dedy, pernyataan ini cenderung tidak bertanggung jawab dan terkesan ingin mengambil jalan pintas untuk mengatasi berkurangnya siswa pada sekolah-sekolah negeri.
Pasalnya, tidak ada aturan baku yang mengharuskan sebuah sekolah wajib mengikuti jadwal PPDB yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan & Kebudayaan. Oleh karena itu, pernyataan Kadis ini dianggap mengada-ada. Pada kenyataannya, hampir semua sekolah di seluruh Indonesia melakukan PPDB sesuai dengan kebijakan dari sekolah yang bersangkutan tanpa harus mengikuti jadwal PPDB.
Di sisi lain dijelaskannya, kebijakan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa ini bertolak belakang dengan semangat “Kurikulum Merdeka” yang sedang dikembangkan oleh pemerintah pusat.
Pihaknya berharap agar hendaknya Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa mengayomi dan mensupport berbagai terobosan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dalam berinovasi dan berkreasi memajukan mutu sesuai kompentensi dan keunggulan masing-masing. Menjalankan fungsi kontrol dan pendampingan dengan bijaksana, bukan sebaliknya melakukan manuver dengan mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan arah kebijakan pemerintah pusat yang berbasis kurikulum merdeka, untuk memajukan pendidikan nasional.
Tak hanya sampai disitu, arogansi Kadis Pendidikan & Kebudayaan juga ditunjukkan dengan ancaman akan menangguhkan izin operasional sekolah-sekolah yang membuka Penerimaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) sebelum waktu dan jadwal yang ditetapkan oleh Dinas terkait. Pengancaman ini berpotensi melanggar UU ITE terutama pasa 27 ayat 4, yang terkait dengan pengancaman, terangnya lagi.
Masih salam pernyataannya “Kadisdikbud menekankan, pada semua sekolah jangan buat gaduh dunia Pendidikan di Kota Langsa, baik sekolah Negeri maupun Swasta melakukan penerimaan peserta didik baru (PPDB) sebelum waktu dan jadwal yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Langsa,” dan pernyataan beliau terkait “Jika nanti ada sekolah yang membandel melakukan PPDB bagi sekolah Swasta, maka akan kita berikan sangsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk akan kita tangguhkan izin operasional sekolahnya” tegas Kadisdikbud Langsa yang akrab disapa buk Titin itu.
Hal ini seperti ingin mempertontonkan sikap arogansi kekuasaan di dunia pendidikan. Parahnya lagi, pernyataan beliau itu juga menyebut, “Dari itu kami menghimbau kepada masyarakat jangan tergoda dengan propaganda sekolah-sekolah, yang menjanjikan sesuatu yang tidak logika,” membuktikan pemikiran Kadisdikbud kota Langsa sangat dangkal dan cenderung tidak mengerti permasalahan dan subtansi arah pendidikan nasiona dan kearifan lokal yang berbasis kepada syariat islam dan budaya Aceh. Ini akan membuat efek negatif dan preseden buruk untuk wajah pendidikan di Kota Langsa. Semangat pengayoman benar-benar tidak dikedepankan, berbeda dengan sikap beberapa para kepala Kadisdikbud sebelumnya.
Indonesia adalah negara yang telah memilih demokrasi sebagai jalan bernegara, dimana kompetisi adalah salah satu pilarnya. Menjegal pihak lain secara tidak fair dalam rangka memenangkan kompetisi adalah tindakan yang menciderai demokrasi itu sendiri. Tindakan menghalang-halangi penerimaan siswa baru bagi sekolah yang telah mempersiapkan diri lebih awal adalah tindakan yang dapat dikategorikan “menjegal secara tidak fair” dan berpotensi merusak nilai demokrasi
Dengan berbagai pertimbangan diatas, serta yang bersangkutanlah yang justru telah menimbulkan kegaduhan bagi dunia Pendidikan di Kota Langsa, maka sangat diharapkan kepada Pj. Walikota Langsa untuk mengevaluasi serta mengganti Kadis Pendidikan & Kebudayaan dengan individu ASN yang lebih memahami aturan serta esensi pendidikan demi kemajuan Kota Langsa, tutupnya
Sementara itu Kadisdik Kota Langsa, Dra Suhartini MPd saat dihubungi wartawan menyampaikan bahwa terlalu dini jika orang mengatakan dirinya arogan.
Ia juga meminta untuk difahami makna dari bahasa arogansi itu. Suhartini menambahkan, jika yang dilakukannya adalah untuk kemaslahatan sekolah baik negeri maupun swasta, bukan hanya untuk sekelompok sekolah saja.
“Dalam hal ini kami berpegang kepada Permendikbud Ristek terkait dengan PPDB stiap tahunnya.
Secara ketentuan penerimaan murid baru di sekolah negeri dan swasta itu serentak yakni pada bulan Juli setelah kelulusan peserta didik di bulan Juni dan peraturan itu setiap tahun tidak pernah berubah,” jelas Suhartini.
Sambungnya, peraturan tersebut di tindaklanjuti dengan kesepakatan kerjasama antara Disdikprop dan Kanwil Depag Aceh. Semua komitmen tersebut harus dijalankan, namun dalam prakteknya ada sekolah swasta yang melanggar dan melakukan penerimaan lebih awal.
“Sehingga kami melarang karena yang pertama tidak ada dalam ketentuan peraturan PPDB yg membolehkan sekolah swasta lebih dulu menerima murid baru, kemudian baru sekolah negeri. Kedua adalah anak didik saja belum ujian semester akhir serta ujian Asesmen juga belum dilaksanakan, jadi ya belum bisa diyatakan lulus ujian dan belum menerima ijazah. Kemudian selanjutnya dasar hukum PPDB Permendikbud Ristek dan Disdikprop utk penerimaan PPDB tahun ajaran 2023/2024 juga belum diterbitkan oleh pemerintah,” jelasnya kembali.
Dengan adanya curi start dengan PPDB sambungnya, banyak sekolah yang menghubungi Disdik dan yang komplain mengapa sekolah swasta itu bisa mendahului melakukan PPDB, tapi kami sekolah negeri tidak bisa.
Kemudian tambah Kadisdik Kita Langsa ini, masyarakat juga heran dan bertanya, mengapa terlalu tergesa melaksankan PPDB, apa tidak melihat kesulitan ekonomi, sebagian masyarakat yang juga pingin anaknya bersekolah di swasta.
“Intinya semua pihak harus menjalankan ketentuan, karena pada saat rapat rutin PPDB kita sudah mengingatkan secara lisan untuk melaksanakan PPDB seseuai ketentuan. Jika ada yang melanggar, ya wajib diingatkan kembali lewat lisan dan atau tulisan. Kita hidup di negara hukum dan semua diatur untuk dijalankan, setiap hal yang dilanggar pasti ada konsekwensinya,” pungkas Suhartini.(red)
.