AtjehUpdate.com., Jakarta – Polemik dugaan pemajakan terhadap bantuan kemanusiaan dari luar negeri untuk korban bencana di Sumatra mencuat ke ruang publik setelah beredar informasi di platform media sosial. Salah seorang warga diaspora Indonesia yang menetap di Singapura menyampaikan keluhannya terkait pengiriman bantuan kemanusiaan yang justru terhambat oleh prosedur Bea Cukai.
Melalui unggahan yang kemudian ramai dibagikan, diaspora tersebut mengungkapkan bahwa bantuan yang dikirim dari luar negeri tetap dikenakan pajak karena dikategorikan sebagai barang impor, meskipun seluruh isi paket ditujukan untuk kebutuhan darurat kemanusiaan. Bantuan tersebut antara lain berupa pakaian layak pakai, obat-obatan, selimut, hingga perlengkapan bayi.
Keluhan itu menyebutkan bahwa proses administrasi dan potensi pengenaan pajak membuat bantuan harus tertahan di Bea Cukai, sehingga distribusi ke wilayah terdampak menjadi terlambat. Kondisi ini dinilai mematikan inisiatif warga Indonesia di luar negeri yang ingin membantu secara cepat dan langsung para korban bencana.
Informasi dari media sosial tersebut kemudian diperkuat oleh pemberitaan sejumlah media nasional. Dalam laporan disebutkan bahwa tanpa adanya penetapan status bencana nasional dan tanpa penyaluran melalui lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah, bantuan dari luar negeri tidak otomatis mendapatkan pembebasan bea masuk dan pajak.
Menanggapi polemik tersebut, Gadjah Puteh mengecam keras dugaan tindakan Bea dan Cukai yang mengenakan pajak serta mempersulit masuknya barang bantuan kemanusiaan dari diaspora Indonesia di luar negeri untuk korban bencana di Sumatra.
Jika benar bantuan berupa pakaian, obat-obatan, perlengkapan bayi, dan kebutuhan dasar korban bencana diperlakukan sebagai barang impor komersial, maka tindakan ini bukan sekadar keliru secara administratif, tetapi juga mencederai nilai kemanusiaan dan rasa keadilan publik.





