AtjehUpdate.com., Jakarta | 5 Desember 2025 – Gelombang kritik terhadap lambannya penanganan banjir besar di Aceh terus membesar. Setelah akademisi dan berbagai pakar mengkritik minimnya intervensi pusat, kini Gadjah Puteh menilai bahwa pemerintahan Prabowo–Gibran telah gagal membaca skala bencana dan terlambat menyelamatkan masyarakat Aceh yang sedang berada dalam kondisi kritis.
Menurut Gadjah Puteh, situasi banjir di Aceh, Sumut, dan Sumbar bukan lagi sekadar kekurangan teknis, tetapi ketiadaan kepemimpinan nasional dalam menilai situasi yang seharusnya telah masuk kategori Darurat Bencana Nasional. Kondisi lapangan menunjukkan warga terisolir selama berhari-hari, akses logistik terputus, dan layanan dasar lumpuh tanpa kepastian kapan bantuan penuh akan tiba.
Gadjah Puteh menyatakan bahwa dengan cakupan kerusakan, jumlah korban terdampak, serta terputusnya jalur vital, status Darurat Bencana Nasional seharusnya sudah ditetapkan sejak hari-hari pertama. Namun keputusan pusat dinilai berlarut-larut hingga berdampak langsung pada keselamatan warga.
Situasi ini terlihat jelas pada Aceh Tamiang, wilayah yang menurut Gadjah Puteh menjadi salah satu korban terparah dan memiliki jumlah korban jiwa paling banyak. Bantuan memang mulai berdatangan kemarin, tetapi tidak terkoordinir dengan baik. Banyak pasokan bantuan tidak masuk merata ke seluruh kecamatan dan desa yang terdampak parah.
Sementara itu, pantauan Gadjah Puteh di lapangan menunjukkan bahwa bantuan dan posko hanya menumpuk di pusat-pusat kota, sementara wilayah pelosok desa yang justru paling membutuhkan bantuan darurat masih kekurangan makanan, tenda, obat-obatan, dan layanan medis.
“Ini bukti bahwa koordinasi penanganan bencana sangat lemah. Desa-desa di pedalaman Aceh Tamiang masih menunggu bantuan yang tak kunjung menjangkau mereka,” tegas pernyataan Gadjah Puteh.
Gadjah Puteh menilai lambannya pemerintah pusat bukan sekadar masalah teknis, tetapi kegagalan membaca urgensi bencana. Di pengungsian, banyak warga bertahan seadanya tanpa penerangan, tanpa suplai makanan yang cukup, dan tanpa layanan kesehatan. Anak-anak dan lansia terpaksa berteduh di pinggir jalan selama berhari-hari.





