Tutup Disini
Berita

Penerimaan Pajak Memburuk, Dorongan Bentuk Badan Penerimaan Negara Kembali Mencuat

31
×

Penerimaan Pajak Memburuk, Dorongan Bentuk Badan Penerimaan Negara Kembali Mencuat

Share this article
Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI sebagai simbol kinerja penerimaan pajak Indonesia.
Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, simbol utama sistem perpajakan nasional yang kini dinilai tidak efisien.

AtjehUpdate.com, | Jakarta – Kinerja perpajakan Indonesia kembali menjadi sorotan tajam setelah Bank Dunia merilis laporan yang menyebutkan bahwa performa pengumpulan pajak Indonesia tergolong sangat buruk. Dalam laporan berjudul Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia yang dirilis 2 Maret 2025, Bank Dunia menganalisis data tahun 2016–2021 dan menyimpulkan bahwa Indonesia secara rata-rata kehilangan potensi pendapatan sebesar Rp546 triliun setiap tahunnya.

Potensi kehilangan penerimaan negara itu berasal dari dua komponen utama: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp386 triliun dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp160 triliun. Bank Dunia menilai rendahnya kepatuhan pajak serta lemahnya efisiensi sistem pemungutan menjadi faktor utama.

Iklan
Iklan

Peneliti senior dari Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, mengamini hasil laporan tersebut. Ia menyatakan bahwa dalam satu dekade terakhir, tax ratio Indonesia stagnan di kisaran 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kapasitas fiskal terendah, tidak hanya di kawasan Asia Tenggara tetapi juga secara global. Sebagai perbandingan, negara-negara ASEAN memiliki tax ratio rata-rata di atas 15 persen, sedangkan negara-negara OECD sudah menembus angka 30 persen dari PDB.

“Tax ratio kita setara dengan Uganda, Bangladesh, dan Nigeria. Ini menunjukkan bahwa reformasi perpajakan selama era Presiden Jokowi gagal memberikan hasil signifikan,” ungkap Yusuf.

Ia juga menyoroti bahwa berbagai upaya reformasi yang telah dilakukan, seperti dua kali program tax amnesty, penerbitan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), serta pengembangan sistem core tax, belum mampu meningkatkan kinerja pajak secara nyata. Bahkan, tax ratio tahun 2023 hanya mencapai 10,31 persen dan kembali turun menjadi 10,08 persen pada 2024, lebih rendah dibandingkan tahun 2015 di awal pemerintahan Jokowi yang mencapai 10,76 persen.

Dalam konteks ini, Yusuf menilai rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara yang sempat menjadi isu kuat di awal masa pemerintahan Presiden Prabowo sebagai opsi yang patut dipertimbangkan kembali. Menurutnya, lembaga ini dapat menjadi motor penggerak baru untuk memperkuat struktur dan efektivitas penerimaan negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

free web page hit counter